TAMAN NASIONAL BATANG GADIS
Berbeda halnya dengan taman nasional lainnya,
penunjukan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) diprakarsai oleh PemerintahDaerah
Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Prakarsa ini tidak terlepas
dari keinginan, dorongan dan dukungan dari masyarakat setempat,
tokoh-tokoh masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan
hidup yang berkeinginan untuk menyelamatkan hutan alam yang masih tersisa dan
relatif utuh di Provinsi Sumatera Utara agar dapat mendatangkan manfaat) angka
panjang bagi masyarakat setempat dan pemerintah daerah. Pembentukan kawasan
konservasi baru di Sumatera semakin penting mengingat hutan alam di pulau ini
dalam situasi memprihatinkan, karena pemanfaatan hutan yang tidak berkelanjutan
dan salah pengelolaan hutan pada masa lalu.
Inisiatif TNBG sejalan dengan aspirasi
masyarakat setempat. Sudah sejak lama masyarakat Mandailing Natal
menjalankan kearifan lokal yang masih bertahan sampai saat ini. Secara
tradisional masyarakat telah melindungi hutan alam dan sumber air serta
memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana, misalnya melalui tata cara, lubuk
larangan, penataan ruang banua/huta, tempat keramat
'naborgo-borgo' atau 'harangan rarangan' (hutan larangan)
yang tidak boleh diganggu dan dirusak. Dalam pandangan hidup masyarakat
Mandailing, air merupakan 'mata air kehidupan' yang bertali-temali dengan
institusi sosial, budaya, ekonomi dan ekologis, sehingga harus dilindungi
keberadaannya.
Letak dan Luas
Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)
secara administratif berlokasi di Kabupaten Mandailing
Natal (Madina) Provinsi Sumatera Utara yang meliputi 13 wilayah kecamatan dan
bersinggungan dengan 68 desa. Secara geografis TNBG terletak diantara 99°
12' 45" sampai dengan 99° 47' 10" BT dan 0° 27' 15" sampai
dengan 1° Or 57" LU. Nama taman nasional berasal dari nama sungai utama
yang mengalir dan membelah Kabupaten Madina, yaitu BatangGadis. TNBG meliputi
kawasan seluas 108.000 hektar atau 26% dari total luas hutan di Kabupaten
Madina dan terletak pada kisaran ketinggian 300 sampai 2.145 meter di atas
permukaan laut dengan titik tertingginya di puncak gunung berapi Sorik Merapi.
Kawasan TNBG seluas 108.000 hektar ini terbentuk dari Kawasan Hutan Lindung,
Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap.
![]() |
Harimau Sumatera |
Fungsi Kawasan Taman Nasional Batang Gadis
TNBG merupakan bagian dari Daerah Aliran
Sungai (DAS) Batang Gadis. DAS ini mempunyai luas 386.455 hektar atau 58,8%
dari luas Kabupaten Madina dan sangat penting artinya sebagai penyedia air yang
teratur untuk mendukung kelangsungan hidup dan kegiatan perekonomian utama
masyarakat, yaitu pertanian.
![]() |
Bunga Raflesia |
Usulan pembentukan TNBG secara formal diajukan kepada
Menteri Kehutanan melalui Surat Bupati Madina No. 522/982/Dishut/2003 tertanggal
8 April 2003 dan kepada Gubernur Provinsi Sumatera Utara No.
522/1837/Dishut/2003 tertanggal 16 September 2003 dan No. 522/2036/Dishut/2003
tanggal 29 Oktober 2003. Usulan ini mendapatkan dukungan positif dari
pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Pada bulan Juli 2003, pemerintah
pusat telah menugaskan Tim Pengkajian Terpadu yang terdiri dari Departernen
Kehutanan, Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia, dan Conservation International
Indonesia guna mengkaji kelayakan usulan Pemerintah Kabupaten Madina. Dukungan
pembentukan TNBG semakin kuat setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Madina memberikan persetujuan melalui Surat No. 170/1145/2003 tertanggal 20
November 2003 dan berbagai unsur masyarakat menyatakan Deklarasi Pembentukan
Taman Nasional Batang Gadis pada tanggal 31 Desember 2003.
Hasil survei singkat keanekaragaman hayati yang
dilakukan oleh Cl Indonesia selama kurun waktu kurang lebih satu bulan, telah
memperlihatkan bahwa kekayaan hayati di Taman Nasional Batang Gadis cukup
tinggi. Beragamnya jenis flora dan fauna yang diternui oleh tim survei, cukup
untuk menjadikan alasan bahwa kawasan Batang Gadis ini perlu segera dilindungi,
guna menekan laju kepunahan flora dan fauna di Taman Nasional Batang Gadis.
Berdasarkan hasil penelitian flora, dalam petak penelitian seluas 200 meter persegi terdapat 242 jenis tumbuhan berpembuluh (vascular plant) atau sekitar 1% dari flora yang ada di Indonesia (sekitar 25.000 jenis tumbuhan berpembuluh yang ada di Indonesia). Selain itu, diternukan juga bunga langka dan dilindungi yaitu bunga Padma (Rafflesia sp.) jenis baru. Tingginya nilai kekayaan flora di TNBG menjadikan kawasan ini harus segera dilindungi karena masih banyak jenis-jenis tumbuhan yang belum belum diketahui manfaatnya bagi kehidupan manusia sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Melalui perangkap kamera dan penelusuran jejak, tim peneliti berhasil menemukan satwa langka yang dilindungi undang-undang dan konvensi internasional, seperti harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Naemorhedus sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), kucing hutan (Catopuma temminckii), kancil (Tragulus javanicus), binturong (Arctitis binturong) beruang madu (Helarctos malayanus), rusa (Cervus unicolor) dan kijang (Muntiacus muntjac)dan landak (Hystix brachyura). Selain itu tim survei berhasil menernukan amfibi tak berkaki (Ichtyopis glutinosa) yang merupakan jenis satwa purba dan katak bertanduk tiga (Megophyris nasuta) yang sudah langka dan merupakan jenis yang hanya dapat dijumpai (endernik) di Sumatera.
![]() |
Sungai Batang Gadis |
Burung Lophura inornata (salvadori pheasant) dan Pitta
schneiderii (schneider's pitta) adalah jenis langka dan endernik untuk
Sumatera. Jenis tersebut dapat ditemukan kembali setelah hampir satu abad
tidak tercatat dalam Daftar Jenis Burung Sumatera. Jenis burung Carpococcyx
radiceus ("Sunda ground-cuckoo) ditemukan kembali untuk kedua kalinya
setelah hampir lebih dari satu abad tidak diternukan dalam daftar burung
Sumatera. Jenis ini sebelumnya hanya diketahui dari spesimen di museum
pada tahun 1912. Pertama kali jenis ini diternukan di Provinsi Bengkulu pada
tahun 2000.
Tim survei menemukan 6 jenis burung dari
keluarga rangkong (Bucerotidae) atau 60% dari total jenis yang diternukan di
Pulau Sumatera, diantaranya Buceros rhinoceros, Rhinoplax vigil dan Aceros
undulatus. Kehadiran jenis burung ini menunjukan bahwa hutan tropis Taman
Nasional Batang Gadis masih sehat untuk berkembangnya jenis-jenis satwa
pemakan buah (frugivor). Banyaknya jenis-jenis rangkong dapat menjadi indikasi
bahwa kondisi hutan alam di TNBG masih baik dan masih terdapat hubungan
mutualistik (saling menguntungkan.)
Temuan penting lainnya adalah konservasi
mikroba endofitik dari jaringan tumbuhan yang hidup di hutan tropis mandailing
Natal. Konservasi mikroba endofitik dari hutan tropis di Indonesia belum pernah
dilakukan oleh lembaga manapun. Dalam hal ini, tim survei berhasil mengumpulkan
sebanyak 1500 jenis mikroba yang terdiri dari bakteri dan kapang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar